BumiSholawat

BumiSholawat

Sebuah Coretan Hitam Putih Putra Lamongan

Lapax Theme
MagaZimple Theme
Sejarah NU

Diposting oleh On 10.33 with 2 comments

Keterbelakangan, baik secara mental, maupun ekonomi yang dialami bangsa Indonesia, akibat penjajahan maupun akibat kungkungan tradisi, menggugah kesadaran kaum terpelajar untuk memperjuangkan martabat bangsa ini, melalui jalan pendidikan dan organisasi. Gerakan yang muncul 1908 tersebut dikenal dengan Kebangkitan Nasional. Semangat kebangkitan memang terus menyebar ke mana-mana--setelah rakyat pribumi sadar terhadap penderitaan dan ketertinggalannya dengan bangsa lain, sebagai jawabannya, muncullah berbagai organisai pendidikan dan pembebasan.
Kalangan pesantren yang selama ini gigih melawan kolonialisme, merespon Kebangkitan Nasional tersebut dengan membentuk organisasi pergerakan, seperti Nahdlatut Wathan (Kebangkitan Tanah Air) 1916. Kemudian tahun 1918 didirikan Taswirul Afkar atau dikenal juga dengan Nahdlatul Fikri (Kebangkitan Pemikiran), sebagai wahana pendidikan sosial politik kaum dan keagamaan kaum santri. Dari situ kemudian didirikan Nahdlatut Tujjar, (Pergerakan Kaum Sudagar). Serikat itu dijadikan basis untuk memperbaiki perekonomian rakyat. Dengan adanya Nahdlatul Tujjar itu, maka Taswirul Afkar, selain tampil sebagi kelompok studi juga menjadi lembaga pendidikan yang berkembang sangat pesat dan memiliki cabang di beberapa kota.
Ketika Raja Ibnu Saud hendak menerapkan asas tunggal yakni mazhab wahabi di Mekah, serta hendak menghancurkan semua peninggalan sejarah Islam maupun pra-Islam, yang selama ini banyak diziarahi karena dianggap bi'dah. Gagasan kaum wahabi tersebut mendapat sambutan hangat dari kaum modernis di Indonesia, baik kalangan Muhammadiyah di bawah pimpinan Ahmad Dahlan, maupun PSII di bahwah pimpinan H.O.S. Tjokroaminoto. Sebaliknya, kalangan pesantren yang selama ini membela keberagaman, menolak pembatasan bermadzhab dan penghancuran warisan peradaban tersebut.
Sikapnya yang berbeda, kalangan pesantren dikeluarkan dari anggota Kongres Al Islam di Yogyakarta 1925, akibatnya kalangan pesantren juga tidak dilibatkan sebagai delegasi dalam Mu'tamar 'Alam Islami (Kongres Islam Internasional) di Mekah yang akan mengesahkan keputusan tersebut.
Didorong oleh minatnya yang gigih untuk menciptakan kebebsan bermadzhab serta peduli terhadap pelestarian warisan peradaban, maka kalangan pesantren terpaksa membuat delegasi sendiri yang dinamai dengan Komite Hejaz, yang diketuai oleh KH. Wahab Hasbullah.
Atas desakan kalangan pesantren yang terhimpun dalam Komite Hejaz, dan tantangan dari segala penjuru umat Islam di dunia, Raja Ibnu Saud mengurungkan niatnya. Hasilnya hingga saat ini di Mekah bebas dilaksanakan ibadah sesuai dengan madzhab mereka masing-masing. Itulah peran internasional kalangan pesantren pertama, yang berhasil memperjuangkan kebebasan bermadzhab dan berhasil menyelamatkan peninggalan sejarah serta peradaban yang sangat berharga.
Berangkat dari komite dan berbagai organisasi yang bersifat embrional dan ad hoc, maka setelah itu dirasa perlu untuk membentuk organisasi yang lebih mencakup dan lebih sistematis, untuk mengantisipasi perkembangan zaman. Maka setelah berkordinasi dengan berbagai kiai, akhirnya muncul kesepakatan untuk membentuk organisasi yang bernama Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama) pada 16 Rajab 1344 H (31 Januari 1926). Organisasi ini dipimpin oleh KH. Hasyim Asy'ari sebagi Rais Akbar.
Untuk menegaskan prisip dasar orgasnisai ini, maka KH. Hasyim Asy'ari merumuskan Kitab Qanun Asasi (prinsip dasar), kemudian juga merumuskan kitab I'tiqad Ahlussunnah Wal Jamaah. Kedua kitab tersebut kemudian diejawantahkan dalam Khittah NU , yang dijadikan dasar dan rujukan warga NU dalam berpikir dan bertindak dalam bidang sosial, keagamaan dan politik.  

Nahdlotul Ulama
Paham Keagamaan

Diposting oleh On 10.31 with No comments

Nahdlatul Ulama (NU) menganut paham Ahlussunah Wal Jama'ah, sebuah pola pikir yang mengambil jalan tengah antara ekstrim aqli (rasionalis) dengan kaum ekstrim naqli (skripturalis). Karena itu sumber pemikiran bagi NU tidak hanya Al-Qur'an, Sunnah, tetapi juga menggunakan kemampuan akal ditambah dengan realitas empirik. Cara berpikir semacam itu dirujuk dari pemikir terdahulu, seperti Abu Hasan Al-Asy'ari dan Abu Mansur Al-Maturidi dalam bidang teologi. Kemudian dalam bidang fikih mengikuti empat madzhab; Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hanbali. Sementara dalam bidang tasawuf, mengembangkan metode Al-Ghazali dan Junaid Al-Baghdadi, yang mengintegrasikan antara tasawuf dengan syariat.
Gagasan kembali ke khittah pada tahun 1984, merupakan momentum penting untuk menafsirkan kembali ajaran Ahlussunnah Wal Jamaah, serta merumuskan kembali metode berpikir, baik dalam bidang fikih maupun sosial. Serta merumuskan kembali hubungan NU dengan negara. Gerakan tersebut berhasil membangkitkan kembali gairah pemikiran dan dinamika sosial dalam NU.
WANITA DALAM SEGALA PERAN

Diposting oleh On 10.06 with No comments

Oleh: Dwi Sulastya Wati, Msc
Apa jadinya dunia tanpa wanita? Tentu saja dunia tidak lengkap tanpa wanita karena pria dan wanita diciptakan untuk saling melengkapi. Pria dan wanita sama-sama memiliki pengaruh yang besar dalam setiap peran dan kebijakan. Jika para wanita termarjinalkan hak-hak mereka dalam dimensi ilmu dan pendidikan pastinya hal tersebut akan menimbulkan cacat yang berdampak pada situasi sosial, politik, ekonomi, dalam lingkup, keluarga, masyarakat dan Negara.
Ilmu dan pendidikan
Ilmu dan pendidilan merupakan modal mutlak yang harus dimiliki manusia tanpa memandang status gender. Ilmu dalam dimensi yang luas dan pendidikan dalam perspektif keilmuan, akidah, etika dan akhlak. Islam agama yang memuliakan pemeluknya yang gemar menuntut ilmu dan mengamalkannya. Karena dengan ilmu dan pendidikan setiap orang cenderung menjaga pikiran mereka untuk hal-hal yang positif dan inovatif.
Tidak ada diskriminasi antara cabang-cabang ilmu, ilmu agama atau ilmu umum. Ilmu agama adalah penuntun hidup manusia, sumber ketenangan jiwa, ilmu dimana manusia mengenal tuhannya. Tanpa penuntun hidup manusia bagaikan tanpa arah hanya melewati hari demi hari tanpa visi dan tujuan.
Begitupun ilmu umum, semakin dalam keilmuan seseorang akan membuatnya semakin sadar bahwa ilmu yang dimilikinya sangatlah kecil. Hal tersebut juga akan membawa individu menyadari kebesaran Tuhannya. Ilmu pengetahuan alam raya yang sangat mengagumkan, akan menyadarkan manusia bahwa sesungguhnya kemahakuasaan tuhan sungguh tidak terbatas.
Pendidikan akhlak, toleransi dan solideritas juga merupakan modal penting bagi setiap individu. Berlaku sopan dan menghormati sesama, Bersikap peduli den tidak acuh kepada kepentingan orang lain. Hal ini dibebankan kepada semua individu lelaki atau perempuan, tanpa diskriminasi dan perbedaan. Dalam dimensi keluarga biasanya peran seorang ibu dalam pendidikan anak-anaknya lebih dominan.
Wanita dan pendidikan
Realita yang ada adalah masih minimnya tokoh-tokoh dan ilmuwan-ilmuwan wanita jika diprosentasekan dengan pria. Dokter-dokter ahli wanita masih sangat minim, di Indonesia misalnya dokter ahli kandungan masih didominasi dokter pria, Pengamat, peneliti dan ahli di bidang ekonomi dan sosial politik juga kurang muncul dari pihak wanita.
Dalam hal ilmu keagamaan seperti Fiqih dan Tafsir, tercatat hampir tak ada satupun penafsir yang muncul dari kalangan perempuan selama 14 abad pasca-kenabian. Ahli-ahli fiqih dari kalangan perempuan juga dirasa kurang.
Fakta di atas secara explisit menjelaskan kurangnya kemauan dari kalangan wanita untuk menekuni dan menjadi ahli di bidangnya masing-masing. Faktor lain yaitu kurangnya kesempatan, dukungan, dan minat. Menjadikan keluarga sebagai prioritas adalah pilihan bijak, tetapi alangkah baiknya meskipun telah menjadi ibu rumah tangga seorang wanita tidak mematikan potensi dirinya.
Peran wanita sebagai ibu atau istri tak ayal lagi berperan sentral dalam keberhasilan sang suami atau anak. Sang suami bisa menjadi seorang tokoh yang besar karena kegigihannya sang istri mendampingi dan mendukung sang suami. Sang anak bisa menjadi ilmuan besar dengan kesabaran sang ibu untuk mendidik anaknya.
Paradigma yang masih berkembang luas adalah pendidikan untuk wanita tidaklah begitu penting dibandingkan pria. Alasan-alasan budaya di daerah tertentu masih mengakar kuat kalau wanita cukup berdiam di rumah saja. Pendidikan sebagai sarana mencari penghidupan yang layak juga menjadi alasan kalau pendidikan bagi pria lebih diperlukan. Karena tanggung jawab menafkahi keluarga memang dibebankan kepada lelaki, tetapi bukan berarti hal tersebut menjadikan pendidikan tidak penting bagi wanita. Karena fakta yang ada menunjukkan bahwa wanita masih termarjinalkan hak-hak mereka dalam pendidikan, hak sosial, ekonomi dan politik menjadikan kajia-kajian mengenai, "persamaan gender, feminisme, dan diskriminasi atas wanita" masih nyaring terdengar.

Kesiapan seorang wanita dalam pendidikan agama, etika, bermasyarakat dan sains menjadi sangat penting apalagi jika ia berperan sebagai ibu yang menjadi sumber pertama bagi pendidikan anak-anaknya. "Longlife education" menjadi suatu wacana yang penting untuk dipahamkan. Pendidikan didapat bukan hanya dari bangku sekolah dan kuliah. Sebenarnya kesempatan kerja dan proses bermasyarakat juga merupakan sarana dan proses pendidikan. Seorang alumni pesantren misalnya hendaknya jangan merasa cukup dengan pengajaran yang ia dapat dari sekolahnya dahulu, sebaiknya ia tetap mencoba mengkaji dan mengulang ilmu-ilmu keagamaan yang dibutuhkan keluarga dan masyarakaat. Begitupun ilmu pengetahuan umum dan sains hendaknya dikembangkan untuk mengembangkan wawasan dan pola pikir yang mengarah pada keluasan berpikir, kritis, solider, dan dapat menerima perbedaan.

Sejatinya pendidikan sangat berarti dalam sisi pembentukan karakter generasi pemuda menjadi orang-orang yang bertanggunga jawab dan bermoral. Sejarah Kartini yang menceritakan betapa Ia sangat ingin bersekolah ke Belanda, tetapi karena sistim dan kulture pada zaman itu membuanya tidak mendapat dukungan untuk sekolah. Tetapi keinginannya untuk membuat kemajuan bagi kaum perempuan tidak berhenti di situ. Ia rajin bertukar pikiran dengan temannya yang berasa di belanda melalui surat. Sampai saat ini Kartini masih menjadi sumber inspirasi bagi kaum wanita.

Pramudia Ananta Tour dalam bukunya "Panggil Aku Kartini Saja" mengungkapkan keprihatinannya kepada kaum perempuan. Ketidakberdayaan kaum perempuan kerap kali dijadikan komoditas dari dulu hingga sekarang. Kalau dulu ribuan wanita diperkerjakan paksa menjadi wanita penghibur buruh-buruh kerja Rodi sekarang halnya tidak jauh berbeda. Hanya saja keadaan sekarang sedikit dimodifikasi tetapi hakekatnya sama. Ribuan wanita dengan profesi wanita malam atau pekerja seks komersial sesungguhnya adalah ekploitasi terhadap kaum perempuan.
Begitupun halnya dengan keadaan tenaga kerja wanita Indonesia. Banyak yang mengalami perlakuan tidak manusiawi. Hal ini disebabkan oleh dua hal: pertama kurangnya pendidikan akademis sebagai modal yang dimiliki oleh kaum perempuan, sehingga mereka memilih jalan singkat untuk meneruskan keberlangsungan hidup mereka. Kedua kurangnya pendidikan moral dan agama yang mereka terima dari lingkungan dan keluarga bahwa menjadi PSK adalah merugikan dari segi kesehatan dan ideologi.
Contoh di atas sekali lagi mengisyaratkan bahwa pendidikan sangat urgen bagi wanita untuk diri mereka sendiri, keluarga, serta lingkungan yang akan mereka bentuk.

Wanita dan politik
Konvensi Persatuan Bangsa-Bangsa pada tahun 1979 (Convention on the Elimination of all Forms of Discrimination against Women) menekankan partisipasi aktif dan maksimal kaum perempuan dalam setiap dimensi kehidupan dan persamaan hak antar wanita dan laki-laki.
Dalam hal politik partisipasi wanita dinilai kurang. Di Indonesia jumlah prosentase wanita yang duduk di legislatif berjumlah 11 %. Sedangkan peran politik wanita dalam mengambil kebijakan yang berkenaan dengan kepentingan kaum hawa sangat urgen. Upaya peningkatan partisipasi wanita dalam dunia politik hendaknya diupayakan bukan hanya dari segi kuantitas tetapi kualitas dan efektifitas agar dapat mempengaruhi kebijakan-kebijakan yang akan diambil.
Negara-negara maju seperti Norwegia, Swedia, Finlandia, Denmark, dan Swezerland menempatkan wanita dalam parlemen dengan angka diatas 30% (Data Inter-Parliamentary Union (IPU). Yang menjadi poin penting adalah para wanita harus mengoptimalkan peran mereka di setiap posisi yang mereka geluti termasuk dalam hal politik.
Pendidikan politik adalah penting karena kebanyakan perempuan tidak tahu hak-hak dan kewajiban politik mereka. Pemberdayaan wanita dalam politik masih gencar disuarakan. Riset membuktikan kurangnya partisipasi aktif perempuan dalam politik di Kenya, Indonesia, Pilipina, India baik di parlemen ataupun aktivitas partai antara lain dikarenakan oleh: kurangnya kesadaran politik, minimnya pengetahuan politik, dan kurangnya minat untuk berkecimpung dalam dunia politik.
Kesimpulan yang bisa diambil adalah pemberdayaan potensi yang ada pada wanita sangatlah penting agar kaum wanita dapat berperan dengan optimal. Dengan catatan mereka tidak boleh melupakan tanggung jawab dan status kodrati sebagai perempuan. Hal ini diupayakan untuk memaksimalkan peran lelaki dan perempuan tanpa perbedaan. Hal lain agar kaum perempuan tidak menjadi korban dalam kebijakan politik ekonomi. Peran aktif perempuan memang diperlukan dalam segi politik, ekonomi, sosial dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Hal ini harus dimodali dengan pendidikan yang baik. Pendidikan bagi dan oleh Wanita adalah mutlak dipentingkan bukan hanya pendidikan formil, tetapi juga pendidikan bersosial dan bermasyarakat. Ahlak dan moral generasi muda sangat bergantung kepada ahlak dan moral perempuan yang berperan sentral dalam mendidik keluarga. Ada satu yang menjadi kekurangan kaum perempuan, "mereka tidak tahu bahwa mereka begitu berharga".

Penulis adalah alumni S2 pada Fak Ekonomi, IIU Ilslamabad
Sembilan Pedoman Berpolitik Warga NU

Diposting oleh On 14.47 with No comments

Sembilan butir Pedoman Berpolitik Warga NU yang dicetuskan dalam Muktamar NU XVIII di Krapayak Yogyakarta tahun 1989:
1. Berpolitik bagi Nahdlatul Ulama mengandung arti keterlibatan warga negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara secara menyeluruh sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945;


2. Politik bagi Nahdlatul Ulama adalah politik yang berwawasan kebangsaan dan menuju integritas bangsa dengan langkah-langkah yang senantiasa menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan untuk mencapai cita-cita bersama, yaitu terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur lahir dan batin dan dilakukan sebagai amal ibadah menuju kebahagiaan di dunia dan kehidupan di akhirat;


3. Politik bagi Nahdlatul Ulama adalah pengembangan nilai-nilai kemerdekaan yang hakiki dan demokratis, mendidik kedewasaan bangsa untuk menyadari hak, kewajiban, dan tanggung jawab untuk mencapai kemaslahatan bersama;


4. Berpolitik bagi Nahdlatul Ulama haruslah dilakukan dengan moral, etika, dan budaya yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, menjunjung tinggi Persatuan Indonesia, ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia;


5. Berpolitik bagi Nahdlatul Ulama haruslah dilakukan dengan kejujuran nurani dan moral agama, konstitusional, adil, sesuai dengan peraturan dan norma-norma yang disepakati serta dapat mengembangkan mekanisme musyawarah dalam memecahkan masalah bersama;


6. Berpolitik bagi Nahdlatul Ulama dilakukan untuk memperkokoh konsensus-konsensus nasional dan dilaksanakan sesuai dengan akhlaq al karimah sebagai pengamalan ajaran Islam Ahlussunah Waljamaah;


7. Berpolitik bagi Nahdlatul Ulama, dengan dalih apa pun, tidak boleh dilakukan dengan mengorbankan kepentingan bersama dan memecah belah persatuan;


8. Perbedaan pandangan di antara aspirasi-aspirasi politik warga NU harus tetap berjalan dalam suasana persaudaraan, tawadlu’ dan saling menghargai satu sama lain, sehingga di dalam berpolitik itu tetap terjaga persatuan dan kesatuan di lingkungan Nahdlatul Ulama;


9. Berpolitik bagi Nahdlatul Ulama menuntut adanya komunikasi kemasyarakatan timbal balik dalam pembangunan nasional untuk menciptakan iklim yang memungkinkan perkembangan organisasi kemasyarakatan yang lebih mandiri dan mampu melaksanakan fungsinya sebagai sarana masyarakat untuk berserikat, menyatukan aspirasi serta berpartisipasi dalam pembangunan.

Nahdlotul Ulama
Jelang Muktamar NU: Yang Muda Harus Tampil

Diposting oleh On 14.44 with No comments

Mustasyar PBNU KH Mustofa Bisri berpendapat kepemimpinan NU mendatang harus dipimpin oleh anak muda yang mampu mengelola organisasi dan memiliki pandangan ke depan.
“Saya mengatakan anak muda yang harus tampil, harus diingat, umur berapa KH Wahid Hasyim menjadi ketua NU, Kiai Mahfudz Siddik, likuran (umur duapuluhan), Kiai Idham Cholid, likuran, yang agak tua cuma kiai Dahlan, tiga puluh keatas,” katanya kepada NU Online di Jakarta baru-baru ini.

Pengasuh Pesantren Raudhatut Thalibien Rembang ini menyatakan, selama ini ada pandangan yang tua tidak mau memberi kesempatan pada yang muda sehingga proses regenerasi tidak berjalan. Padahal semestinya harus sama,

“Anak muda harus tampil, jangan sampai yang muda juga menyodorkan yang tua, itu menutup kesempatan mereka sendiri,” tandasnya.

Meskipun dari segi usia masih muda, anak-anak muda saat ini boleh dikata lebih pintar-pintar, sayangnya mereka tidak diberi kesempatan seperti para pemimpin NU generasi 50-an.

“Persoalannya tidak diberi kesempatan saja, kalau dulu diberi kesempatan, Kiai Wahid umur berapa ketika tampil, kalau sekarang ini masih IPNU, ya kan, Kiai Mahfudz juga demikian,” imbuhnya.

Salah satu upaya untuk mendorong regenerasi dilakukan adalah pembatasan masa jabatan maksimal dua kali dalam kepemimpinan NU, yang mendorong anak muda untuk tampil.

Ditanya mengenai masih adanya cabang yang mencalonkan dirinya, Gus Mus hanya berkomentar, “Nga bosen-bosennya orang mencalonkan saya. Itu mulai dari muktamar Lirboyo tahun 1999, saya sudah mengatakan bahwa NU harus dipegang anak muda, diulangi di Donohudan tahun 2004, saya mengulangi lagi, ini zamannya anak muda. padahal saat di Donohudan, yang muda kan sudah agak tua, sekarang diulangi lagi,” tandasnya. (nuonline)
Humor ala Gus Mus

Diposting oleh On 14.34 with No comments

Nasehat Gratis

Suatu hari, Nasrudin pergi ke rumah hartawan untuk mencari dana.

“Bilang sama tuanmu,”kata Nasrudin kepada penjaga pintu gerbang,”Mullah Nasrudin datang, mau minta uang.”

Sang penjaga masuk dan tak berselang lama keluar lagi. “Aku kuatir, jangan-jangan tuanku sedang pergi,”katanya.

“ke sini. Ini ada pesan untuk tuanmu,”kata Nasrudin. “Meskipun ia belum memberi sumbangan, tapi tidak apa-apa. Ini nasehat gratis buat tuanmu. Lain kali, kalau tuanmu pergi, jangan sampai ia meninggalkan wajahnya di jendela. Bisa-bisa dicuri orang nantinya.”
Semua Orang Masuk Surga

Diposting oleh On 14.31 with No comments

"Seandainya semua orang masuk sorga kecuali satu orang; saya khawatir satu orang itu aku." (Sayyidina Umar Ibn Khatthab r.a. --manusia terbaik ketiga menurut Ahlu sunnah wal jama'ah)
WPDealer 728x90